Rinitis alergi adalah peradangan yang terjadi pada membran mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi peradangan dengan perantara Immunoglobin E (IgE). Penyakit ini ditandai dengan obstruksi (sumbatan) hidung, secret atau lendir hidung cair, bersin-bersin, serta gatal pada hidung dan mata. Jenis penyakit pada telinga hidung dan tenggorokan atau THT ini disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti debu, asap, serbuk (tepung sari) yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rinitis alergi dianggap penyakit yang serius karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak diderita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia sekitar 30 tahun. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobati pun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi jika menjadi kronis.
Menurut dr Kartono Sudarman SpTHT-KL (K), spesialis THT dari RS Dr Sardjito Yogyakarta, terdapat dua penyebab utama rinitis alergi yakni rinitis alergi musiman (hay fever) dan rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial).
Rinitis alergi musiman umumnya disebabkan karena kontak dengan alergen (zat penyebab alergi) yang berasal dari luar rumah seperti tepung sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya dan spora jamur. Alergi terhadap tepung sari berbeda-beda pada setiap penderita, tergantung kondisi geografis dan jenis tanaman yang ada, juga jumlah serbuk yang ada di dalam udara. Selain itu udara panas, kering dan angin mempengaruhi banyaknya serbuk di udara bila dibandingkan dengan saat udara dingin, lembab dan hujan. Jenis seperti ini biasanya terjadi di negara yang memiliki empat musim.
Sedangkan rinitis alergi yang terjadi terus menerus disebabkan karena kontak dengan alergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, kecoa, tumbuhan kering, jamur, bulu binatang atau protein yang dikandung pada kelenjar lemak kulit binatang. Protein ini dapat tetap berada di udara selama berbulan-bulan meskipun binatang itu tidak ada di ruangan. Badan kesehatan dunia (WHO) lewat iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) merekomendasikan, berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi juga dibagi menjadi dua.
Pertama, intermiten (kadang-kadang) yaitu bila gejala kurang dari empat hari per minggu atau kurang dari empat minggu. Kedua, persisten (menetap) yaitu bila gejala lebih dari empat hari per minggu dan atau lebih dari empat minggu.
Gejalanya bisa berupa bersin berulang-ulang lebih dari enam kali. Seringnya terjadi pagi dan malam, hidung mengeluarkan secret cair seperti air (runny nose), terasa cairan menetes ke belakang hidung (post nasal drip) karena hidung tersumbat, serta hidung gatal dan disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorokan,” ujarnya dalam Simposium Nasional Alergi dan Demo Operasi Penatalaksanaan Terkini Alergi dan Penyakit Laring Faring oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga, Hidung, Tenggorok-Bedah Kepala Leher (Perhati-KL) Cabang Surakarta, belum lama ini.
Penyakit Turunan
Penyakit ini memiliki herediter (menurun secara genetik) dengan predisposisi (kecenderungan) genetik kuat. Apabila salah satu dari orangtua menderita alergi, kemungkinan sebesar 30 persen menurun terhadap keturunannya dan bila kedua orangtua menderita akan diperkirakan mengenai sekitar 50 persen keturunannya.
Kartono menambahkan, rinitis alergi tak bisa disembuhkan secara total, sehingga tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi. Pengobatan yang utama adalah dengan menghindari atau meminimalkan kontak dengan alergen, misalnya menghindari penyebab terjadinya reaksi rinitis alergi.
“Contohnya menjaga kebersihan rumah dan menghindari memakai alat atau bahan yang mudah menyimpan debu seperti karpet. Bila diperkirakan alergi dengan bulu atau protein hewan, hindari memelihara jenis hewan tersebut. Dapat juga menggunakan filter debu udara di rumah,” papar Kartono.
Untuk menghindari pembengkakan pada hidung, biasanya dokter memberikan terapi medikamentosa baik yang diminum atau dalam bentuk spray hidung untuk mengurangi pembengkakan selaput lendir hidung.
Pengobatan lainnya adalah imunoterapi yaitu memberi alergen dalam jumlah kecil bertahap penderita dengan harapan tubuh menjadi kurang sensitif sehingga reaksi yang terjadi berkurang. Pengobatan ini ditujukan bila penderita tidak responsif dengan pengobatan medikamentosa atau mengalami komplikasi, misalnya radang sinus dan telinga yang sering kambuh. Atau penderita menolak minum obat-obatan dalam jangka waktu lama. “Imunoterapi menekan pembentukan IgE. Imunoterapi juga meningkatkan titer (kekuatan) antibodi IgE spesifik,” pungkasnya.
Minggu, 04 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar