Sejarah mengatakan bahwa Pancasila dasar Negara Kesatuan Repubrik Indonesia (NKRI) lahir pada 1 Juni 1945. Pancasila lahir didasarkan pada pemikiran tokoh proklamator yang tidak lain adalah Bung Karno.
Mungkin banyak di antara kita yang tidak mengetahui apa dasar pemikiran Bung Karno pada waktu mencetuskan ide dasar negara hingga tercetuslah ide Pancasila. Dasar pemikiran Bung Karno dalam mencetuskan istilah Pancasila sebagai Dasar Negara adalah mengadopsi istilah praktek-praktek moral orang Jawa kuno yang di dasarkan pada ajaran Buddhisme. Dalam ajaran Buddhisme terdapat praktek-praktek moral yang disebut dengan Panca Sila (bahasa Sanskerta / Pali) yang berarti lima (5) kemoralan yaitu : bertekad menghindari pembunuhan makhluk hidup, bertekad menghindari berkata dusta, bertekad menghindari perbuatan mencuri, bertekad menghindari perbuatan berzinah, dan bertekad untuk tidak minum minuman yang dapat menimbulkan ketagihan dan menghilangkan kesadaran.
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sanskerta ataupun bahasa Pali. Banyak di antara kita yang salah paham mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan Yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya dalam sudut pandang bahasa Sanskerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah bermakna Tuhan Yang Satu. Lalu apa makna sebenarnya ? Mari kita bahas satu persatu kata dari kalimat dari sila pertama ini.
Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan akhiran –an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat merubah makna dari kata itu dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke- dan akhiran -an dapat memberi perubahan makna menjadi antara lain : mengalami hal…., sifat-sifat …. Contoh kalimat : ia sedang kepanasan. Kata panas diberi imbuhan ke- dan –an maka menjadi kata kepanasan yang bermakna mengalami hal yang panas. Begitu juga dengan kata ketuhanan yang berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke- dan –an yang bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain Ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan.
Kata “maha” berasal dari bahasa Sanskerta / Pali yang bisa berarti mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata “maha” bukan berarti “sangat”. Jadi adalah salah jika penggunaan kata “maha” dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar yang berarti sangat besar.
Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sanskerta / Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this – Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sanksertamaupun bahasa Pali adalah kata “eka”. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah “eka”, bukan kata “esa”.
Dari penjelasan yang telah disampaikan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu pada suatu individual yang kita sebut Tuhan yang jumlahnya satu. Tetapi sesungguhnya, Ketuhanan Yang Maha Esa berarti Sifat-sifat Luhur / Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur / mulia, bukan Tuhannya.
Dan apakah sifat-sifat luhur / mulia (sifat-sifat Tuhan) itu ? Sifat-sifat luhur / mulia itu antara lain : cinta kasih, kasih sayang, jujur, rela berkorban, rendah hati, memaafkan, dan sebagainya.
Setelah kita mengetahui hal ini kita dapat melihat bahwa sila pertama dari Pancasila NKRI ternyata begitu dalam dan bermakna luas , tidak membahas apakah Tuhan itu satu atau banyak seperti anggapan kita selama ini, tetapi sesungguhnya sila pertama ini membahas sifat-sifat luhur / mulia yang harus dimiliki oleh segenap bangsa Indonesia. Sila pertama dari Pancasila NKRI ini tidak bersifat arogan dan penuh paksaan bahwa rakyat Indonesia harus beragama yang percaya pada satu Tuhan saja, tetapi membuka diri bagi agama yang juga percaya pada banyak Tuhan, karena yang ditekankan dalam sila pertama Pancasila NKRI ini adalah sifat-sifat luhur / mulia. Dan diharapkan Negara di masa yang akan datang dapat membuka diri bagi keberadaan agama yang juga mengajarkan nilai-nilai luhur dan mulia meskipun tidak mempercayai adanya satu Tuhan.
Selasa, 05 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar